Pemerintah Kabupaten Banyuwangi kembali menunjukkan perhatian besar terhadap warganya. Kali ini melalui langkah konkret membangun ruang singgah bagi keluarga pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, baik di dalam maupun di luar daerah. Program ini menjadi bentuk nyata kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan sosial masyarakat, terutama bagi keluarga pendamping pasien yang sering kali menghadapi beban biaya tambahan selama masa pengobatan.
Latar Belakang Pembangunan Ruang Singgah
Banyuwangi dikenal sebagai kabupaten yang terus berinovasi dalam pelayanan publik, termasuk di bidang kesehatan. Banyak pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit besar di luar daerah seperti Surabaya atau Jember untuk mendapatkan perawatan lanjutan. Namun, masalah utama muncul ketika keluarga pasien harus mencari tempat menginap selama masa perawatan yang tidak sebentar.
Biaya penginapan di kota besar kerap kali jauh di atas kemampuan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sementara itu, rumah sakit rujukan sering kali tidak menyediakan fasilitas khusus bagi pendamping pasien. Dari sinilah muncul gagasan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk membangun ruang singgah yang layak, nyaman, dan mudah diakses.
“Saat keluarga pasien mendapat tempat singgah yang layak, beban psikologis mereka berkurang, dan itu sangat membantu proses penyembuhan pasien.”
Lokasi dan Fasilitas Ruang Singgah
Rumah Singgah di Surabaya
Pemkab Banyuwangi membangun rumah singgah di Surabaya bagi warga yang menjalani pengobatan di RSUD dr. Soetomo. Lokasinya sangat strategis, berada di sekitar Jalan Kemangi, hanya beberapa menit dari rumah sakit. Fasilitas ini disediakan secara gratis bagi warga Banyuwangi yang kurang mampu.
Ruang singgah tersebut dilengkapi dengan empat kamar tidur berkapasitas sepuluh tempat tidur, ruang tamu, dapur, televisi, koneksi internet, dan musala. Tersedia pula petugas yang siap membantu kebutuhan administratif atau mendampingi keluarga pasien selama masa tinggal. Kenyamanan ini membuat keluarga pasien merasa seperti berada di rumah sendiri.
Selain itu, Pemkab Banyuwangi juga menugaskan petugas khusus yang membantu koordinasi antara pasien, rumah sakit, dan dinas sosial, sehingga seluruh proses berjalan lancar tanpa hambatan birokrasi.
Ruang Singgah di RSUD Blambangan
Tak hanya di luar daerah, fasilitas serupa juga dibangun di Banyuwangi sendiri, tepatnya di kompleks RSUD Blambangan. Gedung dua lantai ini diperuntukkan bagi keluarga pasien dari luar kota atau daerah terpencil yang membutuhkan tempat beristirahat sementara. Lantai bawah disediakan bagi laki-laki dan lantai atas bagi perempuan, lengkap dengan fasilitas toilet, ruang santai, dan televisi.
Walau tidak sepenuhnya gratis, tarifnya sangat terjangkau, sekitar lima ribu rupiah per malam. Biaya simbolis ini digunakan untuk perawatan fasilitas dan kebersihan lingkungan. Dengan konsep ini, Pemkab berhasil menciptakan sistem keberlanjutan sosial yang tetap berpihak pada masyarakat kecil.
Dampak Nyata bagi Warga Banyuwangi
Kehadiran rumah singgah memberikan dampak sosial dan psikologis yang besar. Banyak keluarga pasien mengaku sangat terbantu karena tidak lagi memikirkan biaya tambahan untuk penginapan. Data dari Dinas Kesehatan Banyuwangi mencatat, ratusan keluarga telah memanfaatkan rumah singgah di Surabaya setiap tahunnya.
Beberapa di antaranya adalah pasien kanker yang menjalani kemoterapi jangka panjang dan membutuhkan waktu berbulan-bulan di Surabaya. Dengan adanya ruang singgah ini, mereka dapat beristirahat dengan tenang dan lebih fokus pada pengobatan.
“Saya merasa lebih tenang karena keluarga saya bisa tinggal dekat rumah sakit tanpa harus memikirkan biaya penginapan. Rasanya seperti mendapat keluarga baru di rumah singgah ini.”
Dampak lainnya adalah meningkatnya efisiensi koordinasi antarinstansi. Rumah singgah juga menjadi pusat informasi bagi pasien asal Banyuwangi yang dirujuk, sehingga data mereka dapat terpantau dengan baik oleh Dinas Kesehatan. Model pengelolaan ini dianggap sebagai salah satu bentuk inovasi pelayanan sosial yang layak ditiru daerah lain.
Dukungan dari Berbagai Pihak
Keberhasilan program ini tidak lepas dari sinergi antara pemerintah daerah, pihak rumah sakit, dan komunitas sosial. Beberapa organisasi kemanusiaan lokal turut membantu melalui kegiatan donasi makanan, peralatan rumah tangga, hingga kegiatan rohani bersama penghuni rumah singgah.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memberikan dukungan positif terhadap inisiatif ini karena dinilai mampu mengurangi tekanan ekonomi keluarga pasien, terutama mereka yang berasal dari wilayah ujung timur pulau Jawa. Ke depan, Pemkab Banyuwangi berencana memperluas kerja sama serupa di beberapa kota lain yang menjadi tujuan rujukan pasien.
Fasilitas Humanis, Sentuhan yang Tak Sekadar Infrastruktur
Ruang singgah ini bukan sekadar proyek fisik, melainkan bentuk empati yang nyata. Setiap detail dirancang dengan pertimbangan kemanusiaan. Pemkab memastikan bahwa setiap penghuni mendapat kenyamanan, mulai dari kebersihan kamar hingga keamanan lingkungan.
Beberapa penghuni bahkan menggambarkan suasana di rumah singgah seperti rumah kos yang hangat, di mana mereka bisa berinteraksi dengan keluarga pasien lain, saling berbagi cerita dan semangat. Di ruang tamu bersama, sering terdengar percakapan ringan antar penghuni yang saling memberi dukungan moral.
“Di sini bukan cuma tempat tidur, tapi tempat kami saling menguatkan. Ada semangat kebersamaan yang tidak bisa diukur dengan uang.”
Tantangan dalam Pengelolaan dan Rencana Pengembangan
Meskipun sukses, Pemkab Banyuwangi masih menghadapi sejumlah tantangan dalam menjaga keberlanjutan program. Kapasitas ruang singgah yang terbatas sering kali membuat beberapa keluarga harus bergantian menggunakan fasilitas. Selain itu, kebutuhan akan perawatan fasilitas dan petugas jaga memerlukan dana operasional yang stabil.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah sedang menyiapkan skema kolaboratif melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta kerja sama dengan komunitas relawan kesehatan. Dengan demikian, ruang singgah tidak hanya bergantung pada anggaran daerah, tetapi menjadi gerakan sosial bersama.
Rencana berikutnya adalah membangun fasilitas serupa di kota lain seperti Jember dan Malang. Hal ini diharapkan mempermudah warga Banyuwangi yang dirujuk ke rumah sakit berbeda agar tetap bisa mendapatkan fasilitas serupa.
Simbol Kepedulian Pemerintah terhadap Kemanusiaan
Ruang singgah keluarga pasien menjadi bukti bahwa pelayanan publik tidak selalu harus berbentuk bantuan langsung tunai atau fasilitas medis semata. Ada sisi kemanusiaan yang perlu dijaga: perhatian terhadap keluarga pasien yang ikut berjuang dalam proses penyembuhan.
Langkah Pemkab Banyuwangi ini mencerminkan kebijakan berbasis empati yang menempatkan manusia sebagai pusat pelayanan. Di tengah hiruk pikuk kebijakan infrastruktur dan ekonomi, kehadiran ruang singgah menjadi bukti bahwa pemerintah masih peka terhadap kebutuhan sosial yang sering kali terabaikan.
“Fasilitas ini kecil bagi sebagian orang, tapi besar artinya bagi keluarga yang sedang berjuang menemani orang tercinta melawan penyakit.”
Dengan langkah progresif seperti ini, Banyuwangi tidak hanya dikenal sebagai kabupaten wisata dan inovasi, tetapi juga sebagai daerah yang memanusiakan warganya. Ruang singgah keluarga pasien menjadi simbol bahwa kepedulian dan kemanusiaan dapat diwujudkan melalui kebijakan yang sederhana namun berdampak luas.


