Komunitas Punk Cabut Paku dan Bagikan Bibit Sengon

Kediri37 Views

Di tengah citra keras yang kerap melekat pada kelompok punk, ada satu gerakan sosial yang justru menampar persepsi lama itu. Mereka bukan datang dengan musik bising atau protes di jalan, tetapi membawa palu, tang, dan keranjang berisi bibit pohon Sengon. Mereka turun ke jalan, bukan untuk membuat keributan, melainkan untuk mencabut paku dari batang pohon dan membagikan bibit pohon gratis kepada masyarakat. Inilah potret komunitas punk di berbagai kota Jawa Timur yang perlahan mengubah wajah “anak jalanan” menjadi penjaga lingkungan.


Aksi Punk untuk Alam yang Lebih Sehat

Di sejumlah titik kota seperti Kediri dan Malang, aksi para punk ini menjadi pemandangan yang tak biasa. Mereka berjalan di tepi jalan raya, memeriksa setiap batang pohon yang tertancap paku bekas reklame dan spanduk. Dengan palu dan tang di tangan, mereka mencabut satu per satu paku yang merusak kulit pohon. Setelahnya, batang pohon diberi tanda kecil bertuliskan pesan “Rawat Pohonmu, Jangan Paku Lagi.”

Selesai dengan kegiatan itu, mereka melanjutkan ke sesi berbagi bibit Sengon kepada pengendara yang berhenti di lampu merah. Ratusan bibit kecil diberikan secara cuma-cuma, sambil mengajak masyarakat menanam di rumah atau di lahan kosong. Bagi komunitas ini, menanam pohon bukan sekadar kegiatan formal, tetapi bentuk nyata dari kesadaran sosial.

“Kami cuma ingin tunjukkan bahwa punk juga bisa peduli. Kami keras di musik, tapi lembut untuk bumi.”


Makna di Balik Aksi Cabut Paku

Pohon di tepi jalan sering menjadi korban aktivitas manusia. Spanduk iklan, pengumuman, hingga paku-paku bekas sering menancap di batangnya tanpa peduli bahwa itu melukai jaringan hidup pohon. Paku menyebabkan luka terbuka yang memudahkan jamur dan serangga masuk, membuat pohon rentan mati.

Bagi komunitas punk, mencabut paku berarti membebaskan pohon dari beban. Tindakan sederhana ini memiliki simbol kuat: bahwa setiap batang pohon berhak hidup tanpa disakiti. Dalam banyak aksi, mereka juga mengedukasi warga sekitar agar tidak lagi menggunakan pohon sebagai tiang reklame.

“Kami cabut paku bukan cuma untuk pohon, tapi untuk mencabut rasa acuh manusia terhadap lingkungannya.”


Bibit Sengon sebagai Simbol Harapan

Kenapa bibit Sengon? Menurut anggota komunitas, pohon Sengon mudah ditanam, cepat tumbuh, dan cocok di berbagai jenis tanah. Akarnya membantu menahan erosi, sementara batangnya bisa digunakan untuk berbagai keperluan tanpa merusak alam jika dikelola dengan benar.

Sengon menjadi simbol regenerasi—bahwa dari setiap bibit kecil akan tumbuh harapan baru untuk udara yang lebih bersih dan kota yang lebih hijau. Dalam satu aksi di Kediri, lebih dari 300 bibit sengon dibagikan kepada masyarakat. Sebagian bibit langsung ditanam di taman-taman kota dan sebagian lagi dibawa pulang oleh warga.

“Menanam satu pohon itu seperti menabung oksigen. Sekarang mungkin kecil, tapi nanti dia yang menolong kita bernafas.”


Mengubah Citra Punk di Mata Publik

Selama ini, masyarakat sering mengaitkan punk dengan hal-hal negatif—narkoba, tawuran, atau sekadar nongkrong di jalan. Padahal, di balik penampilan yang nyentrik dan gaya hidup bebas, ada kesadaran sosial yang kuat. Banyak anggota punk adalah orang-orang yang menolak kemapanan dan ketidakadilan sosial, dan kini mereka memperluas perlawanan itu ke ranah lingkungan.

Melalui aksi cabut paku dan bagi bibit, komunitas punk berupaya menepis stigma buruk yang melekat. Mereka menunjukkan bahwa kepedulian tidak diukur dari pakaian, rambut, atau gaya bicara, tetapi dari perbuatan. Di beberapa daerah, warga bahkan mulai mendukung kegiatan mereka dengan menyumbang bibit atau peralatan kerja.

“Kalau dulu orang takut lihat kami, sekarang malah nanya kapan kami aksi lagi.”


Tantangan di Lapangan

Gerakan lingkungan seperti ini tentu tidak selalu mudah. Tantangan utama datang dari pandangan sinis sebagian warga dan aparat yang belum memahami tujuan mereka. Beberapa kali, kegiatan mereka sempat dibubarkan karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Selain itu, masalah pendanaan juga menjadi kendala. Semua perlengkapan, dari bibit pohon, alat kerja, hingga transportasi, mereka biayai sendiri. Tidak jarang anggota komunitas menjual hasil daur ulang atau mengamen untuk mengumpulkan dana kegiatan.

Namun semangat mereka tidak surut. Justru dari keterbatasan itu muncul solidaritas dan tekad yang semakin kuat untuk terus bergerak.

“Kami sudah terbiasa hidup tanpa sponsor, tapi bukan berarti kami berhenti berbuat baik.”


Dukungan dan Dampak Sosial

Beberapa lembaga lingkungan hidup dan Dinas Kehutanan setempat mulai melirik kegiatan mereka. Pemerintah kota bahkan pernah memberikan penghargaan simbolis karena aksi komunitas ini dianggap membantu program penghijauan. Dukungan kecil itu menjadi energi besar untuk mereka melanjutkan misi.

Dampaknya juga mulai terasa. Pohon-pohon yang dulunya penuh paku kini lebih bersih, dan kesadaran warga terhadap pentingnya menjaga pepohonan meningkat. Di sisi lain, komunitas punk semakin diterima di masyarakat. Mereka tidak lagi hanya dipandang sebagai anak jalanan, melainkan sebagai bagian dari gerakan sosial yang bermanfaat.

“Ketika lingkungan pulih dan manusia sadar, itulah revolusi sejati.”


Gerakan Kecil, Pengaruh Besar

Aksi sederhana ini membuktikan bahwa perubahan tidak harus datang dari orang besar atau lembaga megah. Perubahan bisa dimulai dari pinggir jalan, dari tangan yang selama ini dianggap kasar, dari suara yang selama ini tidak didengar.

Komunitas punk telah menunjukkan bahwa kepedulian terhadap bumi tidak mengenal kelas sosial atau gaya hidup. Mereka bukan sekadar penikmat musik keras, melainkan generasi yang paham bahwa bumi perlu dibela dengan tindakan nyata.

Mereka tidak bicara banyak, tidak sibuk mencari panggung, tetapi langsung turun ke jalan, menanam, mencabut, dan berbagi. Dan mungkin, di situlah letak keindahan gerakan ini: spontan, tulus, dan apa adanya.

“Selama pohon masih tumbuh dan orang masih mau menanam, berarti harapan belum mati.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *