Lima Terduga Anggota ISIS Ditangkap di Empat Lokasi !

Fokus73 Views

Penangkapan lima orang terduga anggota kelompok teroris ISIS di empat lokasi berbeda di Indonesia kembali membuka mata publik tentang bagaimana ideologi ekstrem kini berpindah medan. Jika dulu jaringan teror kerap bergerak dalam bayangan pertemuan fisik dan pelatihan senjata, kini mereka justru menebar paham radikal lewat layar ponsel dan jaringan media sosial.

Kasus ini menjadi peringatan serius bagi aparat keamanan dan masyarakat bahwa dunia maya telah menjadi ladang baru pertempuran ideologi. Di tengah derasnya arus digitalisasi, propaganda yang dikemas dengan narasi keagamaan atau perjuangan dapat dengan cepat menembus batas ruang dan waktu, memengaruhi siapa pun yang lengah dalam menyaring informasi.

“Ketika ideologi ekstrem sudah masuk ke ruang digital, maka benteng pertama pertahanan bukan lagi senjata, tapi kesadaran publik dalam berpikir kritis.”


Jaringan Tersembunyi yang Terungkap di Empat Lokasi

Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri berhasil menangkap lima orang terduga pendukung ISIS yang beroperasi di empat wilayah berbeda, yakni Kabupaten Kendal, Jakarta Barat, Lampung, dan Tangerang Selatan. Operasi ini dilakukan secara simultan pada rentang waktu antara 9 hingga 15 Maret 2022 setelah penyelidikan panjang terhadap aktivitas digital yang mencurigakan.

Kelima terduga diketahui tergabung dalam jaringan bernama Annajiyah Media Centre, sebuah kelompok propaganda digital yang berperan membuat dan menyebarkan konten dukungan terhadap ISIS. Mereka aktif mengelola akun media sosial, menyebar poster digital, hingga membuat video yang menyerukan dukungan terhadap kelompok teroris internasional itu.

Yang menarik, tidak satu pun dari mereka diketahui terlibat langsung dalam aksi teror fisik. Namun aktivitas mereka di dunia maya dianggap sangat berbahaya karena berpotensi menanamkan ideologi radikal ke masyarakat luas, terutama generasi muda yang mudah terpapar narasi keagamaan yang diselewengkan.


Kabupaten Kendal: Jaringan yang Tersembunyi di Tengah Desa

Lokasi pertama penangkapan terjadi di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Aparat menggerebek rumah seorang pria berinisial MR yang diketahui berperan sebagai pengelola konten digital. Di tempatnya, polisi menemukan sejumlah perangkat elektronik, termasuk laptop dan ponsel yang berisi ratusan file gambar dan video berisi ajakan mendukung ISIS.

Wilayah Kendal yang dikenal tenang dan jauh dari hiruk pikuk kota ternyata menjadi tempat ideal bagi pelaku untuk bersembunyi. Menurut aparat, MR memanfaatkan jaringan internet rumahan untuk mengunggah konten propaganda tanpa menarik perhatian warga sekitar.

Penduduk sekitar mengaku terkejut ketika mengetahui tetangga mereka ternyata menjadi bagian dari jaringan radikal.

“Yang menakutkan bukan mereka yang berteriak keras di jalanan, tapi mereka yang diam di rumah sambil menebar ideologi lewat internet,” ujar seorang warga Kendal yang tak ingin disebut namanya.


Jakarta Barat: Propaganda di Tengah Pusat Kota

Penangkapan berikutnya dilakukan di kawasan Jakarta Barat. Seorang tersangka berinisial HP diamankan di sebuah kontrakan yang berfungsi ganda sebagai tempat produksi konten digital. Dari lokasi ini, Densus 88 menemukan perangkat editing dan jaringan komunikasi daring yang terhubung ke beberapa akun media sosial luar negeri.

Kota metropolitan seperti Jakarta menjadi sasaran empuk bagi kelompok radikal digital. Dengan akses internet cepat dan komunitas daring yang luas, propaganda bisa menyebar dalam hitungan detik. HP diketahui sering berkomunikasi dengan beberapa akun di luar negeri yang diduga berafiliasi dengan jaringan ISIS pusat.

Dari hasil penyidikan, HP berperan sebagai desainer visual yang bertugas membuat poster dan grafis yang menyerukan “jihad” di dunia maya. Poster itu kemudian disebarkan ke grup-grup Telegram dan forum tertutup untuk direplikasi oleh anggota lain.


Lampung: Pintu Gerbang Jaringan Antar Pulau

Dari Jakarta, jejak digital para tersangka menuntun aparat menuju Lampung. Di provinsi ini, Densus 88 menangkap dua orang terduga yang berperan sebagai penghubung antarwilayah. Mereka dikenal dengan inisial MI dan RBS.

Kedua tersangka diyakini berfungsi sebagai kurir digital—mereka tidak membuat konten, tetapi menjadi perantara dalam penyebaran propaganda antargrup. Lampung dipilih karena letaknya yang strategis di antara Pulau Jawa dan Sumatra, memudahkan komunikasi dan distribusi pesan lintas wilayah.

Penangkapan di Lampung memperlihatkan bahwa jaringan ISIS di Indonesia tidak lagi bersifat hierarkis seperti dulu. Mereka kini membentuk struktur sel kecil yang bisa bekerja mandiri tanpa harus menunggu perintah langsung dari pimpinan pusat.

“Terorisme modern tidak lagi seperti organisasi militer. Ia lebih mirip jaringan komputer—terdesentralisasi, fleksibel, dan sulit dilumpuhkan sepenuhnya.”


Tangerang Selatan: Pusat Propaganda Digital

Lokasi keempat berada di Tangerang Selatan. Seorang tersangka berinisial DK ditangkap karena diduga menjadi admin utama beberapa kanal propaganda daring. Ia dikenal sangat aktif di media sosial, memanfaatkan berbagai platform seperti Twitter, Telegram, dan Facebook untuk menyebarkan konten radikal.

DK bahkan memiliki kemampuan teknis cukup tinggi, termasuk dalam menyamarkan jejak digital dan memanipulasi metadata file agar sulit dilacak. Ia juga bertugas melakukan rekrutmen anggota baru yang tertarik dengan ideologi ISIS melalui percakapan pribadi.

Dalam penggerebekan, aparat menemukan sejumlah akun cadangan, file enkripsi, serta dokumen panduan perekrutan digital. Penemuan ini menunjukkan betapa serius dan profesional cara kerja jaringan mereka di dunia maya.


Evolusi Terorisme: Dari Senjata ke Internet

Fenomena yang terungkap dari kasus ini menjadi bukti nyata bahwa medan pertempuran ideologi kini telah bergeser. Dulu, terorisme identik dengan bom, senjata, dan aksi fisik yang menimbulkan korban nyata. Kini, ancamannya datang dari propaganda digital yang memengaruhi pikiran dan keyakinan.

Internet menjadi ruang baru bagi kelompok radikal untuk menanamkan ideologi dan merekrut anggota. Mereka memanfaatkan algoritma media sosial yang mendorong penyebaran konten ekstrem dan menciptakan “ruang gema” di mana pengguna terus terpapar narasi yang sama.

Aparat kini dihadapkan pada dua tantangan besar: melacak jejak digital yang kompleks dan menyeimbangkan antara penegakan hukum dan kebebasan berekspresi.


Peran Annajiyah Media Centre dalam Jaringan ISIS

Kelima tersangka diketahui berafiliasi dengan Annajiyah Media Centre, salah satu unit propaganda digital yang menjadi sayap ISIS di Indonesia. Kelompok ini memiliki struktur yang cukup rapi: ada tim desain, tim penerjemah, hingga tim distribusi.

Mereka bertugas memproduksi konten-konten yang memuliakan tokoh ISIS, menjustifikasi kekerasan, dan memutarbalikkan narasi jihad. Konten-konten itu kemudian disebarkan ke kanal-kanal tertutup dengan label “dakwah digital”.

Densus 88 menilai bahwa aktivitas mereka bukan sekadar pelanggaran media sosial, melainkan bagian dari operasi ideologis yang bisa memicu aksi nyata. Dalam beberapa kasus, individu yang terpapar propaganda daring terbukti kemudian melakukan aksi teror fisik.


Strategi Baru Densus 88 Menghadapi Ancaman Siber

Kesuksesan operasi ini menunjukkan kemampuan baru Densus 88 dalam menyesuaikan diri menghadapi ancaman digital. Selama beberapa tahun terakhir, satuan antiteror ini tidak hanya melatih pasukan lapangan, tetapi juga membangun divisi siber untuk melacak aktivitas mencurigakan di ruang maya.

Penggunaan analisis metadata, pemantauan dark web, serta kerja sama dengan platform media sosial global menjadi bagian dari strategi baru aparat Indonesia dalam mencegah radikalisasi daring.

Selain itu, koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga ditingkatkan untuk melakukan program deradikalisasi terhadap tersangka dan masyarakat sekitar mereka.

“Penegakan hukum hanya satu sisi koin. Sisi lainnya adalah membangun kesadaran masyarakat agar tidak mudah menjadi alat penyebar ideologi kebencian.”


Dampak Sosial dari Propaganda Teror Digital

Meski tidak menyebabkan korban fisik, propaganda digital memiliki dampak sosial yang tak kalah berbahaya. Ia mampu menumbuhkan kecurigaan antarumat beragama, menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan menciptakan rasa takut yang merembes ke ruang publik.

Dalam konteks sosial Indonesia yang plural, penyebaran ideologi ekstrem di dunia maya bisa menjadi pemicu konflik horizontal jika tidak diantisipasi. Terlebih, algoritma media sosial kerap memperkuat polarisasi dengan menampilkan konten serupa secara terus menerus kepada pengguna yang tertarik.

Beberapa lembaga riset bahkan menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan tingkat paparan konten ekstrem tertinggi di Asia Tenggara, sebagian besar disebarkan melalui platform pesan instan dan forum privat.


Literasi Digital Sebagai Tembok Pertahanan

Kasus ini menegaskan pentingnya literasi digital di masyarakat. Pemerintah tak bisa bekerja sendiri. Sekolah, lembaga keagamaan, dan komunitas sosial harus berperan aktif dalam mengedukasi publik agar mampu mengenali ciri-ciri konten radikal.

Literasi digital bukan hanya soal keamanan siber, tapi juga kemampuan berpikir kritis terhadap pesan yang dikonsumsi. Ketika masyarakat mampu membedakan dakwah dengan provokasi, propaganda kehilangan daya gigitnya.

“Teknologi hanyalah alat. Yang menentukan apakah ia membawa kebaikan atau kehancuran adalah manusia yang menggunakannya.”


Menjaga Keseimbangan Dunia Nyata dan Maya

Meski lima terduga telah ditangkap, ancaman belum berakhir. Dunia digital bersifat cair dan terus berubah. Jaringan baru bisa muncul dengan nama lain, menggunakan server luar negeri, bahkan memanfaatkan teknologi enkripsi yang lebih canggih.

Aparat perlu terus memperkuat kolaborasi internasional dalam melacak pendanaan dan komunikasi antarjaringan. Di sisi lain, masyarakat perlu menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa melaporkan konten mencurigakan di media sosial adalah bagian dari bela negara.

Kita tidak boleh terlena dengan ketenangan semu. Terorisme tidak selalu datang dengan ledakan, kadang ia menyusup lewat pesan teks, video pendek, atau ajakan spiritual yang menyesatkan.


Dengan tertangkapnya lima terduga anggota ISIS di empat lokasi berbeda, Indonesia kembali diingatkan bahwa perang melawan teror bukan hanya soal peluru dan senjata, melainkan juga perang narasi. Dunia maya telah menjadi medan baru pertempuran ideologi, dan hanya kesadaran bersama yang bisa memastikan negeri ini tetap aman dari serangan yang tak kasatmata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *